Tembok Laut Cilincing Disahkan Pemerintah, Nelayan Mengeluh Kehilangan Akses Laut

Foto: Fadhil Pramudya/kumparan


Kabar mengenai pengesahan pembangunan tembok laut raksasa di Cilincing, Jakarta Utara, oleh pemerintah telah memicu gelombang keresahan yang meluas di kalangan nelayan setempat. Sebuah keputusan yang diklaim sebagai solusi untuk mengatasi abrasi dan banjir rob, kini justru dianggap sebagai ancaman serius bagi mata pencarian mereka. Proyek ini, yang merupakan bagian dari program strategis pemerintah, berpotensi memutus akses langsung para nelayan ke lautan, tempat di mana mereka menggantungkan hidup selama turun-temurun.

Selama bertahun-tahun, pesisir Cilincing telah menjadi denyut nadi kehidupan bagi ribuan keluarga nelayan. Setiap pagi, pemandangan puluhan perahu kecil yang berjejer rapi di bibir pantai dan kesibukan para nelayan yang mempersiapkan jaring menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap lokal. Kini, pemandangan itu terancam musnah, digantikan oleh struktur beton yang masif, menciptakan ketidakpastian besar bagi masa depan mereka.


Hilangnya Akses, Hilangnya Nafkah

"Kami merasa pemerintah tidak memikirkan nasib kami," ujar Pak Suroso, seorang nelayan senior yang telah melaut lebih dari 40 tahun. Raut wajahnya penuh dengan kelelahan dan kekhawatiran. "Selama ini, kami bisa langsung mendorong perahu dari depan rumah ke laut. Kalau tembok ini jadi, kami harus memutar jauh, butuh waktu berjam-jam dan biaya bensin yang tidak sedikit. Hasil tangkapan kami belum tentu sebanding."

Keluhan ini bukan sekadar dramatisasi, melainkan cerminan dari realitas yang pahit. Akses laut yang mudah adalah fondasi utama bagi kelangsungan hidup nelayan tradisional. Perahu-perahu mereka, yang umumnya berukuran kecil, sangat bergantung pada akses langsung dari darat ke laut. Dengan adanya tembok setinggi beberapa meter, proses melaut akan menjadi sangat sulit dan tidak efisien. Mereka harus mencari titik-titik lain untuk meluncurkan perahu, yang mungkin jauh dari tempat tinggal mereka, menambah beban fisik dan finansial.

Bagi nelayan kecil, setiap rupiah yang dikeluarkan sangat berarti. Peningkatan biaya operasional, baik untuk bensin maupun tenaga ekstra untuk memindahkan perahu, akan menggerus keuntungan mereka secara signifikan. Dampaknya? Penghasilan yang kian menipis dan risiko terjerat utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menempatkan mereka di ambang kemiskinan.



Ancaman Terhadap Ekosistem dan Tradisi

Pembangunan fisik yang masif di wilayah pesisir juga menimbulkan kekhawatiran ekologis yang mendalam. Para aktivis lingkungan mengingatkan bahwa proyek seperti ini berpotensi merusak habitat alami ikan dan biota laut lainnya. "Tembok beton akan mengubah arus laut dan sedimentasi, yang bisa memengaruhi tempat berkembang biak ikan," kata seorang pegiat lingkungan dari komunitas lokal. Jika sumber daya ikan berkurang, maka hasil tangkapan nelayan pun akan ikut merosot, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus: pembangunan yang seharusnya melindungi justru merusak sumber kehidupan.

Selain itu, pembangunan ini juga mengancam tradisi dan budaya maritim yang telah mendarah daging di masyarakat Cilincing. Aktivitas melaut bukan sekadar pekerjaan, tetapi juga warisan turun-temurun yang membentuk identitas komunitas. Ritual, cerita, dan pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi terancam lenyap. Hilangnya akses laut berarti hilangnya sebagian dari identitas tersebut, menciptakan ketidakpastian sosial di masa depan.


Suara yang Belum Didengar

Para nelayan berharap ada dialog yang lebih serius dan partisipatif dengan pemerintah. Mereka tidak menolak pembangunan infrastruktur yang bertujuan baik, tetapi mereka memohon agar pemerintah mempertimbangkan solusi yang adil dan berpihak pada rakyat kecil. Beberapa usulan telah diajukan, seperti:

  • Pembangunan jalur khusus atau kanal kecil yang memungkinkan perahu nelayan tetap bisa melaut tanpa hambatan besar.
  • Penyediaan pelabuhan nelayan kecil yang mudah diakses dan dilengkapi fasilitas dasar, sehingga aktivitas melaut tetap bisa berjalan efisien.
  • Pemberian kompensasi atau pelatihan keterampilan baru bagi nelayan yang mungkin terkena dampak langsung dari proyek, sebagai jaring pengaman sosial.

Masa depan Cilincing sebagai sentra perikanan tradisional berada di ujung tanduk. Kita semua menanti, apakah pembangunan ini akan menjadi kisah sukses yang membawa kemajuan dan perlindungan, atau justru menjadi cerita sedih tentang hilangnya tradisi dan mata pencarian bagi mereka yang paling membutuhkan.

 

Comments

Popular posts from this blog

‘’Dermaga TPI dan Ekspor Ikan Dumai: Memperkuat Ekonomi Kelautan Pesisir’’

🌊 Transformasi Limbah Ikan Menjadi Produk Bernilai Ekonomi 🌊

Global Blue Economy: Analysis, Developments, and Challenges Md. Nazrul Islam, Steven M. Bartell (Translate Indonesia)