''Mengapa Reklamasi Ilegal di Batam Terus Terjadi''?

Compiled by Laila Jumiati Safitri
Course, Marine Economics
News Assignment

             ''Mengapa Reklamasi Ilegal di Batam Terus Terjadi''?

     

''Pengerukan lahan ilegal terus berlanjut di Kota Batam, Kepulauan Riau'' 

     Kali ini terjadi di kawasan Teluk Tering. Aktivitas ini merusak laut, merugikan nelayan, dan mengancam pulau-pulau kecil di sekitarnya. Lokasi reklamasi tersebut sangat dekat dengan kantor BP Batam dan Pemerintah Kota Batam. Li Claudia mengunggah video inspeksi mendadak di media sosial dan mendesak pejabat BP Batam untuk menghentikan secara paksa aktivitas reklamasi tersebut, karena telah dipastikan ilegal. 
     Ketua Asosiasi Nelayan Indonesia (HNSI) di Kepulauan Riau, Distrawandi, menemukan celah yang dimanfaatkan oleh operator reklamasi: mereka membiarkan pekerjaan dihentikan, kemudian mengajukan permohonan izin dan membayar denda. Setelah itu, lokasi reklamasi dapat digunakan kembali tanpa kompensasi atas kerusakan lingkungan dan kerugian yang dialami oleh nelayan. Wali Kota Batam, yang juga menjabat sebagai Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, tidak banyak berkomentar mengenai permintaan penangguhan sementara izin reklamasi. Namun, ia berjanji akan memperhatikan aspek lingkungan saat menyusun peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2025, termasuk peraturan izin reklamasi yang ramah lingkungan. 

 
"Truk pengangkut material sedang membongkar muatan untuk penimbunan laut di area Teluk Tering, Batam''

Dampak Langsung di Lapangan 
    Tim Mongabay yang mengunjungi lokasi pada awal Juli melihat truk-truk besar datang dan pergi, mengangkut material untuk mengisi garis pantai. Di tengah laut, alat berat mendorong tumpukan material hingga air laut menjadi keruh dan kecokelatan. 
Ancaman terhadap Pulau-Pulau Kecil
    Pengerukan ini tidak hanya merusak terumbu karang dan menyebabkan kekeruhan air laut, tetapi juga mengancam Pulau Semakau Kecil, yang merupakan hutan lindung. “Begini cara kerjanya setelah terus-menerus diisi dengan sedimen, pulau kecil ini akan perlahan-lahan berubah menjadi daratan dan akhirnya menghilang,” jelas Hendrik. Faktanya, lokasi ini ditutup secara paksa pada 5 Juli 2023. Perusahaan yang bertanggung jawab juga dipanggil oleh Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi kasus ini tampaknya menghilang tanpa ada tindak lanjut yang jelas. 
Siapa yang bertanggung jawab? 
    Li Claudia Chandra, yang menjabat sebagai Wakil Wali Kota Batam dan Wakil Kepala BP Batam, mengambil tindakan segera setelah menerima laporan dari Akar Bhumi dan melihat foto serta video reklamasi yang beredar di media sosial. Ia langsung menuju lokasi reklamasi, yang terletak sangat dekat dengan kantornya. Setelah memastikan bahwa reklamasi tersebut tidak sah, ia memerintahkan agar aktivitas tersebut dihentikan segera. “Hari ini, saya dan tim BP Batam melakukan inspeksi mendadak terhadap proyek reklamasi ilegal di kawasan Teluk Tering. Kami tekankan bahwa setiap aktivitas yang melanggar aturan akan ditindak tegas,” kata Li dalam video inspeksinya pada 8 Juli 2025.
 
Pelanggaran Hukum dan Sanksi Praktik Umum
   Distrawandi, Ketua Asosiasi Nelayan Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau, menduga adanya unsur niat dari para pelaku untuk melakukan reklamasi ilegal. Praktik ini tampaknya telah menjadi hal yang biasa. Mereka melakukan reklamasi ilegal, membiarkannya ditutup paksa, lalu mengajukan izin dan membayar denda, tanpa mengganti kerugian atau dampak lingkungan yang ditimbulkan. “Kami telah melihat hal ini terjadi berulang kali, dan beberapa investor mengakuinya: reklamasi, penutupan paksa, pembayaran denda, lalu izin diterbitkan. Setelah membayar denda, reklamasi secara otomatis menjadi milik mereka,” katanya pada 12 Juli 2025.

Wandi juga mengkritik lembaga penegak hukum atas respons mereka yang lambat. Beberapa kasus kejahatan lingkungan, katanya, baru mendapat perhatian setelah viral di media sosial. Bahkan setelah itu, tindakan yang diambil hanyalah penangguhan sementara, tanpa ada kemajuan yang berarti. 
Apa saja aturannya?
- Izin pertambangan
- Izin PKPRL (sebelumnya di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan) 
Contoh Kerusakan Lingkungan
Pengurukan hutan mangrove di Hutan Lindung Panaran Batam untuk pembangunan galangan kapal.

Moratorium yang Diusulkan
  “Menurut kami, BP Batam dapat menerbitkan izin apa pun yang diinginkan, tetapi pengawasan harus tetap berada di bawah kementerian. Jika tidak, tidak akan ada kontrol,” katanya. Batam, dalam beberapa waktu terakhir terus menghadapi tantangan. Tak hanya di darat,  juga di pesisir. Ancaman makin mengemuka seiring terbitnya PP 25/2025 yang memberi wewenang penerbitan izin reklamasi dari pemerintah pusat ke di BP Batam. Tidak hanya reklamasi, izin pertambangan, pemanfaatan kawasan hutan, hingga izin PKPRL yang awalnya di KKP pindah  ke BP Batam sebagai pemegang kawasan. Peralihan regulasi ini, kata Hendrik, mengancam lingkungan di Kota Batam.  

"Penimbunan laut ilegal yang sedang berlangsung di pesisir Teluk Tering, Kota Batam''

    “Karena kalau saya baca, BP Batam tidak hanya mengizinkan reklamasi, juga sebagai pengawas dan pemberi sanksi,” katanya. Padahal katanya, orientasi BP Batam adalah bisnis dan usaha. Tidak ada rekam jejak BP Batam yang memberi perhatian lebih pada lingkungan, sosial dan masyarakat adat dalam pembangunan. Aturan reklamasi terdapat dalam bagian daftar perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas selain di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam yang tertuang di PP 25. Tepatnya dalam kolom perizinan berusaha poin 10 yaitu izin keruk dan reklamasi. Rinciannya terdapat izin reklamasi, termasuk lokasi dan kegiatan kerja.

 

      

    Hendrik menekankan bahwa ia tidak menentang pembangunan, tetapi pembangunan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak mengorbankan kepentingan yang lebih besar. Hendrik bilang,  tidak anti pembangunan tetapi  seyogyanya berjalan  dengan penuh kehati-hatian, tanpa mengorbankan kepentingan yang lebih besar. “Reklamasi itu seharusnya dilakukan untuk kepentingan publik, bukan bangun rumah mewah untuk satu orang.” Amsakar Achmad, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam,  tidak banyak berkomentar terkait permintaan moratorium izin reklamasi di tengah transisi aturan PP 25 tahun 2025 itu. Dia mengklaim akan memberi perhatian pada isu lingkungan, termasuk  mengimplemantasikan dalam aturan turunan PP 25/2025 itu.

"Kondisi air laut yang kotor dan keruh di Teluk Tering, Batam dampak dari penimbunan laut ilegal''
Referensi     
Shaputra, Y. E. (2025). Mengapa Reklamasi Ilegal Di Batam Terus Terjadi.
 



                               

Comments

Popular posts from this blog

‘’Dermaga TPI dan Ekspor Ikan Dumai: Memperkuat Ekonomi Kelautan Pesisir’’

🌊 Transformasi Limbah Ikan Menjadi Produk Bernilai Ekonomi 🌊

Global Blue Economy: Analysis, Developments, and Challenges Md. Nazrul Islam, Steven M. Bartell (Translate Indonesia)